Sunday, December 27, 2009

CERPEN: INDAHNYA KEKURANGAN SI JAPRA

Hari-hari terasa begitu indah dilalui oleh Japra. Japra seorang pria berbadan mungil yang sudah berumur 47 tahun. Tinggi badannya tidak mencapai 150 cm dan berat badannya hanya 35 kg. Sejak ia lulus SD (Sekolah Dasar) tinggi badannya tak lagi bertambah. Rambutnya pendek bergelombang. Kulitnya berwarna coklat agak hangus karena pekerjaan sehari-harinya sebagai pembantu pengatur lalu lintas di perempatan jalan. Setiap bekerja pria beranak dua itu selalu memakai baju seragam coklat muda dan bawahan coklat tua, seperti seragam polisi tetapi lebih menyerupai seragam pramuka. Kepala botaknya selalu ia tutupi dengan topi polos yang juga berwarna coklat. Sebuah peluit selalu setia menemaninya bekerja.

SD adalah pendidikan terakhirnya karena setelah ia lulus SD tidak ada lagi sekolah yang mau menerimanya sebagai murid. Selain dari segi fisik yang tidak mampu, kecerdasannya yang kurang juga menjadi penyebab kegagalan itu. Namun itu semua tidak membuat pria mungil itu putus asa untuk melanjutkan hidup. Ia membantu kedua orang tuanya berjualan. Pekerjaan orang tuanya hanyalah penjual kue keliling. Ibunya yang membuat kue dan ayahnya yang berjualan keliling kampung. Setelah kue yang dijualnya laku terjual semua, biasanya ayah Japra melanjutkan pekerjaan tambahan sebagai pembantu pengatur lalu lintas di perempatan jalan dekat rumahnya di kawasan Cijantung. Perempatan yang tidak terlalu luas namun banyak kendaraan yang melintas. Jalan itu sering kali macet apabila tidak ada yang membantu mengatur arus lalu lintas.

Rumah orang tua Japra sangatlah sederhana. Rumah itu berada di dalam sebuah gang kecil yang sempit. Ukuran rumah itu hanya 4 x 4 m. Tembok rumah sudah retak di sana-sini. Catnya pun sudah tidak kelihatan lagi warna aslinya. Genteng selalu bocor ketika musim hujan tiba. Di dalam rumah hanya ada meja makan, kasur, radio, rak piring, dan kompor. Bangku dan meja yang terbuat dari bambu berada di teras rumah yang sempit.

Saat Japra berumur 17 tahun, ibunya meninggal dunia karena sakit. Tak lama setelah itu ayahnya menyusul ibunya. Ayah Japra meninggal karena tertabrak motor saat ia sedang bekerja mengatur lalu lintas. Betapa berat cobaan Japra saat itu. Tiba-tiba saja ia ditinggal oleh kedua orang tua yang sangat disayanginya.

Kini Japra tinggal seorang diri. Ia melanjutkan pekerjaan ayahnya di tempat ayahnya mengatur lalu lintas sekaligus di tempat ayahnya meninggal dunia dulu. Pria asli Betawi ini tak pernah menyerah menghadapi cobaan yang datang menghampirinya. Dengan kondisi fisik yang serba kekurangan ia selalu hidup dengan tersenyum. Sikapnya terhadap orang lain sangat hangat. Ia sering menyapa tetangga-tetangga dan orang yang ia kenal. Kehidupannya selalu penuh dengan tawa, karena ia adalah orang yang pandai sekali melawak. Hal itu jugalah yang membuat Japra mempunyai banyak teman. Bahkan karena kehangatan, keramahan, kebaikan, dan kelucuan yang ia miliki, Japra berhasil mendapatkan sebuah cinta. Cinta dari seorang wanita cantik yang tidak menilai orang dari fisiknya tetapi melihat dari kelembutan hatinya. Wanita itu bernama Aliah. Aliah adalah salah satu tetangga Japra. Awalnya orang tua wanita berkulit hitam manis itu menentang hubungan mereka, tapi lama-kelamaan hati kedua orang tua Aliah luluh melihat cinta anaknya yang begitu besar terhadap Japra. Japra si mungil menikah pada usia 27 tahun sedangkan Aliah pada saat itu berumur 21 tahun.

Kebahagiaan Japra pada saat itu sungguh tak terhingga. Ia yang serba kekurangan mendapatkan berkah yang tak ternilai dari Tuhan. Kebahagiaannya makin bertambah setelah ia mendapatkan dua orang anak kembar dari istri yang sangat dicintainya. Japra memberikan nama Hasan dan Husein pada mereka. Kedua anaknya tumbuh dengan normal, tidak seperti Japra. Anak kembar itu juga mempunyai otak yang sangat cerdas. Hasan sangat pandai matematika, sedangkan Husein sangat ahli di bidang pengetahuan alam. Saat mereka SMP (Sekolah Menengah Pertama) mereka mendapatkan beasiswa. Beasiswa itu mengalir sampai mereka duduk di bangku kuliah. Hasan mendapatkan beasiswa kuliah di Singapur, sedangkan Husein mendapatkan beasiswa di Universitas Indonesia. Hal-hal itulah yang membuat Japra selalu bersyukur tiada henti pada Sang Maha Adil.

Sekarang di usianya yang sudah 47 tahun, Japra melewati hari-harinya yang sangat indah. Kehadiran istri dan anak kembarnya menambah ketenangan hati Japra. Masa depan anaknya sangat cerah. Setelah anaknya berhasil nanti ia sudah tidak perlu lagi bekerja sebagai pembantu pengatur lalu lintas. Ia hanya tinggal merasakan hasil jerih payahnya dalam mendidik dan menghidupi kedua anaknya itu. Bagi Japra, kekurangan bukanlah sesuatu yang menyedihkan dan harus di ratapi, akan tetapi kekurangan adalah jalan untuk selalu berusaha agar hidup untuk menjalani kekurangan itu menjadi indah.

No comments:

Post a Comment